Banyuwangi, Dialektika.my.id —
Ketua Perkumpulan Wartawan Fast Respon Nusantara (PW-FRN) Counter Polri DPC Kabupaten Banyuwangi, Agus Samiaji, angkat bicara menanggapi langkah Pertamina Patra Niaga yang hanya menjatuhkan sanksi teguran dan pembinaan terhadap SPBU 54.684.03 Kedayunan, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, atas dugaan pelanggaran serius berupa pengisian BBM di luar jam operasional.
Pernyataan tersebut disampaikan Agus pada Minggu (28/12/2025).
Agus menilai, sanksi yang diberikan Pertamina Patra Niaga tidak sebanding dengan tingkat pelanggaran yang telah dilakukan pihak SPBU. Ia menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan sudah masuk dalam ranah tindak pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
"Sanksi berupa teguran dan pembinaan ini sangat tidak sepadan dengan perbuatan yang dilakukan. Ini bukan kesalahan ringan, tetapi sudah jelas melanggar hukum,” tegas Agus.
Kronologi Pelanggaran
Agus mengungkapkan bahwa pada 23 Desember 2025 dini hari sekitar pukul 00.42 WIB, SPBU 54.684.03 tetap melakukan transaksi pengisian BBM meskipun sudah berada di luar jam operasional resmi.
Salah satu kendaraan yang terekam melakukan pengisian adalah truk berpelat kuning bernomor polisi P 8672 UW.
Saat dikonfirmasi, operator SPBU mengakui bahwa truk tersebut merupakan milik bosnya sendiri. Sementara itu, pengawas SPBU bernama Jumaiyah menyampaikan bahwa pengisian dilakukan dengan alasan "menolong rekan”.
Bagi Agus, alasan tersebut sama sekali tidak dapat membenarkan pelanggaran hukum.
"Begitu SPBU tutup, maka tidak boleh ada aktivitas pengisian BBM apa pun. Ketika tetap melayani, itu sudah masuk kategori perbuatan pidana,” ujarnya.
Ancaman Hukum Sangat Jelas
Agus menegaskan bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Dalam aturan tersebut, penyalahgunaan BBM bersubsidi, termasuk pengisian di luar jam operasional, merupakan tindak pidana serius dengan ancaman hukuman berat, yakni:
Pidana penjara maksimal 6 tahun, dan
Denda maksimal Rp60 miliar.
"Undang-undangnya sangat jelas. Ada ancaman pidana dan denda besar. Tapi kenapa yang diberikan hanya teguran dan pembinaan? Ini menimbulkan tanda tanya besar,” ujar Agus.
Dinilai Ciptakan Preseden Buruk
Agus juga mengingatkan bahwa keputusan Pertamina Patra Niaga tersebut berpotensi menciptakan preseden buruk bagi pengelolaan distribusi BBM di wilayah Banyuwangi dan daerah lain.
"Kalau pelanggaran sejelas ini hanya diberi teguran, maka pengusaha SPBU lain bisa menganggap bahwa melanggar aturan tidak membawa konsekuensi serius. Ini sangat berbahaya dan bisa memicu kegaduhan di kalangan pengusaha SPBU,” katanya.
Menurutnya, penegakan aturan yang tidak tegas justru berpotensi memperluas praktik penyimpangan distribusi BBM bersubsidi, yang pada akhirnya merugikan negara dan masyarakat luas.
Desakan Evaluasi Sanksi
PW-FRN DPC Banyuwangi mendesak agar Pertamina Patra Niaga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan sanksi yang diberikan dan tidak ragu menyerahkan persoalan ini kepada aparat penegak hukum jika terbukti memenuhi unsur pidana.
"Aturan dibuat untuk ditegakkan, bukan untuk dinegosiasikan. Kalau hukum dikesampingkan, maka keadilan dan ketertiban distribusi BBM akan runtuh,” tutup Agus Samiaji. (Tim)







0 comments:
Posting Komentar