SURABAYA, Dialektika.my.id – Kepolisian Daerah Jawa Timur mengambil langkah tegas dalam menangani insiden robohnya bangunan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang terjadi pada Senin (29/9/2025). Kapolda Jatim Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, M.Si, menyampaikan bahwa fokus awal kepolisian adalah penyelamatan korban, disusul dengan proses hukum yang kini sudah masuk tahap penyelidikan intensif.
Saat peristiwa berlangsung, para santri sedang menjalankan ibadah sholat Asar berjamaah. Area yang ambruk meliputi musala dan asrama putra yang masih dalam tahap pembangunan dan pengecoran.
"Dugaan awal penyebabnya adalah failure of construction atau kegagalan konstruksi,” ujar Irjen Pol Nanang Avianto saat memberikan keterangan di RS Bhayangkara Surabaya, Rabu malam (8/10/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa jajaran Polresta Sidoarjo telah bergerak cepat dengan membuat laporan awal dan berkoordinasi lintas instansi dalam proses evakuasi.
“Kami kedepankan aspek kemanusiaan dengan melakukan evakuasi dan pertolongan korban,” tegas Kapolda.
Data terakhir mencatat total 171 korban, dengan rincian 67 meninggal dunia dan 104 lainnya mengalami luka. Dari jumlah tersebut, 34 jenazah telah berhasil diidentifikasi oleh tim DVI Polda Jatim, sementara sisanya masih dalam proses.
“Korban yang sudah teridentifikasi telah diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan. Kami berikan pelayanan terbaik kepada para keluarga korban,” imbuhnya.
Setelah evakuasi selesai dan lokasi dinyatakan aman, Polda Jatim secara resmi mengambil alih proses penyelidikan dari Polresta Sidoarjo. Penanganan kasus kini ditangani oleh tim gabungan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) serta Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus).
Kapolda menyebutkan, proses hukum ini mengacu pada laporan LP/A4/IX/2025/SPKT Unit Reskrim Polsek Buduran.
"Kami libatkan tim ahli, baik dari bidang teknik sipil maupun hukum pidana, untuk menentukan penyebab pasti kegagalan konstruksi,” terang Irjen Pol Nanang.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 17 orang saksi, dan pemeriksaan akan terus berlanjut. Polisi juga menerapkan pasal-pasal terkait kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka berat, yakni Pasal 359 KUHP dan/atau Pasal 360 KUHP, serta Pasal 46 ayat (3) dan/atau Pasal 47 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
“Hari ini kami rencanakan gelar perkara untuk meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan,” jelasnya.
Menanggapi potensi penetapan tersangka, termasuk dari kalangan pimpinan ponpes, Kapolda menegaskan bahwa proses masih berjalan.
“Belum ada penetapan tersangka. Kami masih memeriksa saksi-saksi, termasuk pihak yang bertanggung jawab dalam pengurusan pondok pesantren tersebut. Semua berjalan sesuai mekanisme hukum,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa proses penyidikan dilakukan secara adil dan transparan.
“Setiap orang sama kedudukannya di depan hukum. Kami tegaskan tidak ada perlakuan khusus bagi siapa pun,” ucap Irjen Nanang.
Sebagai langkah pencegahan ke depan, Kapolda telah menginstruksikan seluruh Polres di wilayah Jatim untuk bekerja sama dengan pemda dan Satpol PP dalam melakukan pengecekan serta penilaian risiko terhadap bangunan pondok pesantren.
“Ini juga arahan dari Presiden dan koordinasi dengan Forkopimda Jawa Timur. Kami akan bantu pemerintah daerah dalam memastikan pembangunan pondok pesantren memenuhi standar keselamatan dan kelayakan,” ungkapnya.
Kapolda berharap peristiwa ini menjadi peringatan penting agar tidak terulang kembali.
“Dalam membangun apa pun harus ada perencanaan dan pengawasan yang matang. Jangan sampai terjadi lagi kejadian seperti ini yang mengorbankan anak-anak kita. Mari bersama-sama memperbaiki agar ke depan lebih baik,” pungkasnya. (*)
Sumber: Humas
Editor: Budi







0 comments:
Posting Komentar